Run;away.

96__97
12 min readApr 26, 2021

--

D-2

“Gyu, udah dapet date?” Tanya Dokyeom yang sedang duduk di bar dapur apartemen Mingyu sembari menyantap spaghettinya

“Belum. Emang harus dateng sama date apa?” ucap Mingyu yang baru saja pulang bersama Jeonghan, teman sesama ahli bedah-nya yang juga pacar Dokyeom

“Ya ga harus tapi mendingan ada ga sih?” Dokyeom memberikan suapan kecil spaghettinya pada sang kekasih, “Aaaa meatballnya nih, Yang.”

“Ga ah. Gua aja ga tau dateng apa engga.” Mingyu membuka kulkasnya dan mengambil kaleng pocari sweat

“Gila kali ga dateng!” Dokyeom langsung mengencangkan volume suaranya, “Lo mau bikin Soonyoung sedih?”

“Antara petty atau masih cinta itu si Mingyu.” Celetuk Jeonghan yang kemudian mengambil alih spaghetti dari kekasihnya

Mingyu hanya mengeluarkan suara-suara penyangkalannya

“Udah sih ajak aja anak intern di RS” ujar Jeonghan, “Ajak siapa kek gitu. Seungkwan seems like he’s into men.”

“GA!” tolak Mingyu, “Gua mikir ga dateng tuh karena…. Errr… Karena…” Mingyu memutar otaknya mencari alasan, “Ah! Inget ga Chief bilang yang donor jantung itu bakal kemungkinan dapet? Nah! Itu! Gua takut di panggil Chief buat OP!”

Jeonghan hanya memutar kedua bola matanya melihat temannya itu. Ia tahu betul kalau Mingyu bukanlah satu-satunya cardiac surgeon di rumah sakit mereka (ya walaupun Ia salah satu yang terbaik).

Mingyu lalu masuk ke dalam kamarnya, membuka kemeja yang Ia kenakan, beserta semuanya dan lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Hari ini ada 2 minor surgery dan 1 major surgery yang harus Ia lakukan. Cukup lelah, namun Ia suka dengan pekerjaan ini. Tak hanya karena bayaran tingginya, namun juga Ia merasa penuh karena bisa menolong orang lain.

Namun entah mengapa sejak Soonyoung bertunangan, rasa penuh itu hilang dan hanya dipenuhi oleh rasa hampa. Kosong.

Mingyu berdiri di bawah pancuran air hangatnya yang membasahi dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Merenung.

2 hari lagi Soonyoung akan menikah. Sahabat terdekatnya yang telah Ia kenal selama hampir 10 tahun itu akan memulai hidup barunya. Tanpa Mingyu.

Masih ingat betul dia bagaimana Soonyoung dulu saat Ia pertama kali menyatakan rasa sukanya pada sahabat baiknya itu.

“Soonyoung, kita kalau kamu jadian sama aku mau ga?”

“Pacaran?”

Mingyu mengangguk. Tangannya memainkan rambut sang sahabat yang duduk bersender di lengan Mingyu yang terbuka lebar

“Kamu nembak?”

“Iya"

“Beneran?”

“Ya masa bohongan. Aku sayang sama kamu dan ini lebih dari cuman temenan biasa.”

Setelahnya, Soonyoung menengok ke arah sang sahabat, mata keduanya terkunci satu sama lain. Mingyu mengamati wajah teman akrabnya. Ia tahu Soonyoung tampan, namun kali ini wajahnya berbeda. Seperti ada pesona lain yang Ia lihat

Aura lain yang terpancar di wajah putih berseri sahabatnya. Yang kemudian membawanya mendekati dan merasakan manis indah bibir sahabatnya. Untuk yang pertama kali.

Mingyu masih ingat betul sensasi yang Ia rasakan waktu itu. Dan Ia selalu merasakan sensasi yang sama setiap kali Ia mencium bibir Soonyoung.

Sebuah sensasi dan rasa yang Ia rindukan.

Membayangkannya membawa seluruh kujur tubuh Mingyu bereaksi.

Belum lagi saat pertama kali keduanya akhirnya memutuskan untuk melakukan lebih intim. Bagaimana suara yang sahabatnya itu buat, bagai musik yang terlalu sempurna membawanya ke pintu gerbang surga setiap kalinya.

“Igu… This is going to be my first. Aku takut.” Urai Soonyoung menjumput rambut Mingyu yang berada diatasnya, tak berpakaian, sama sepertinya

“I won’t hurt you, sayang.” Mingyu mencoba menenangkan sang kekasih, mencium pipinya, “Loosen it up first?”

Masih bisa Mingyu rasakan bagaimana Soonyoung memeluk dirinya erat saat pertama kali Mingyu mencoba menenangkan pria dibawahnya waktu itu, bagaimana jemarinya bermain dibawah sana, desahan dan erangan kecil Soonyoung memanggil namanya dari mulut kecil berbibir tebal indah itu

“Okay?”

“Igu, pelan-pelan. Aku mau liat kamu ya?”

Mingyu mengangguk tersenyum lalu mengecup bibir sang kekasih. Satu tangannya Ia pakai untuk menahan badannya yang berada di atas Soonyoung, satunya Ia gunakan untuk memandu dibawah sana dan matanya tak pernah lepas dari wajah tampan yang manis dibawahnya.

Terekam jelas di memori Mingyu bagaimana mulut Soonyoung terbuka, jemarinya kuat menancap ke punggungnya, kepala sang kekasih terlempar ke belakang memamerkan leher jenjang putih yang telah tertandai merah itu

Terlalu jelas hingga tak sadar Ia sudah memegang sendiri kepunyaannya, merancap dibawah air pancuran mandi, terlena dalam memori akan dirinya dan sahabat yang juga mantan kekasihnya itu.

“Igu, tunggu, tunggu jangan bergerak” pinta yang berada dibawah sambil menepuk punggung Mingyu, “Still hurts.”

Mingyu menuruti keinginan sang kekasih. Ia berhenti, membuat waktu untuk yang sekarang sedang memeluknya erat, menyesuaikan diri

“If it hurts so much we can stop, sayang.” Bisik Mingyu kemudian mengecup rahang dibawah telinga Soonyoung

“No, no. Cuman, give me time to adjust.” Soonyoung berkata kecil, “Aku sayang kamu, Igu. Jangan tinggalin aku ya.”

Mingyu tersenyum mendengar pinta orang yang paling Ia cintai itu, “Aku lebih sayang sama kamu.” ujarnya sambil mengecup pipi Soonyoung

“Janji?”

“Janji.”

Soonyoung lalu memberikan sebuah sinyal untuk Mingyu dapat bergerak. Dan yang diatas itupun bergerak dengan ritme yang pelan, menikmati seluruh atmosfer diruangan ini. Melihqt pemandangan yang begitu indah untuknya, wajah Soonyoung yang matanya sudah berkedip cepat menahan nikmatnya

Mingyu makin terlarut dalam pikirannya. Tangannya semakin cepat menyentuh area privatnya naik dan turun

“Igu… Hngghh… Gu… I’m gonna — ”

“Bareng ya sayang… Dikit lagi.” Suara Mingyu yang juga terengah menyentuh kepunyaan Soonyoung, menahannya untuk tidak lepas lebih dahulu

“Igu… Udah–nggh… Ga kuat Igu… Lepasin…”

Mingyu semakin mempercepat ritmenya, membawa getar keseluruh penjuru tubuh Soonyoung

Desahan namanya yang keluar dari mulut sang kekasih membuatnya hampir kehilangan akal

Yang lalu akhirnya keduanya selesai. Pada puncaknya masing-masing.

Dan Mingyu-pun mencapai ejakulasinya juga. Masih dengan nafas terengah Ia mencoba untuk menemukan titik damainya

“I love you, Soonyoung. I love you so much.” Mingyu mencium pipi sang kekasih yang juga masih mencari nafasnya

“Aku juga sayang Igu.” Ujar Soonyoung membawa Mingyu mendekat dalam peluknya, “Mingyu punya aku. Selamanya.”

“Aku punya kamu. Selamanya.”

D-1

“Weh! Bangun!” Suara Jeonghan membangunkan Mingyu dari tidurnya, “Jam setengah 5 weh bangun! Ada OP jam 7 ayo bangun!”

“Oh iya… Lupa…” Mingyu merenggangkan tubuhnya kemudian duduk di pinggiran kasurnya

“Igu!! Bangun!!” Soonyoung menggoyangkan badan kekasihnya yang masih tertidur lelap itu, “Igu! Kamu bilang ada OP jam 7!”

“Sekarang jam berapa?” Mingyu mengernyitkan dahinya

“Jam 4.”

Mingyu lalu tertawa dan membawa Soonyoung kembali berbaring dan langsung memeluknya erat, “Masih jam 4 loh Soonyoungaaaaa sayang aku~”

“Aku kepikiran soalnya kamu bilang this is your first open heart surgery, kan?”

“Masih kangen sama kamu.”

“Halah!” Soonyoung menoyor kepala Mingyu membuat keduanya tertawa

“Selesai. Han, lo yang close ya.” Mingyu berkata sambil melepas sarung tangannya setelah selesai melakukan operasinya

Jeonghan mengambil alih ruang operasi dan menutup kembali pasien yang masih tergeletak.

Mingyu membersihkan tangannya dan keluar dari ruang operasi. Ia memeriksa ponselnya dan ada 5 kali panggilan tak terjawab dari Soonyoung.

“Halo? Kenapa? Aku tadi OP.” Mingyu menelepon kembali yang langsung di angkat teman baiknya itu

“Oh… Pantes aja…”

“Iya. Kenapa?”

“Kamu dateng kan? Pasti dateng?”

Mingyu terdiam. Tak menjawab.

“Igu?”

“Iya, dateng Soonyoung. Dateng.”

“Janji?”

“Semoga aku ga ada emergency surgery, ya.”

Mingyu dapat mendengar helaan nafas Soonyoung di koneksi sana. Ia tahu pasti sahabatnya itu sudah menyerah untuk mencari kepastiannya

“Soonyoung, aku mau ketemu keluarga pasien dulu ya. Good luck tomorrow.” Mingyu mencoba mengakhiri percakapan yang cukup kikuk ini

“Okay.” Soonyoung lalu menutup teleponnya lebih dahulu

“Dokter Kim, ini chart pasien selanjutnya.” Dokter intern yang berada dibawah bimbingan Mingyu memberikan chart pasien mengalihkan lagi pikiran pria tinggi itu dari kegalauan hatinya.

Mingyu merenung di on-call room rumah sakit sembari berbaring menatap layar ponselnya.

Besok.

Besok teman karib-nya akan melepaskan masa lajangnya. Masa dimana, mungkin, Mingyu masih bisa mendapatkan kesempatan untuk mengulang lagi.

Namun besok. Besok kesempatan itu akan sirna. Dan sekarang, di sini, di on-call room rumah sakit ini, Ia sedang berbaring, mematikan layar ponselnya, menutup mata sambil memikirkan keputusan yang harus Ia lakukan besok.

“Mingyu?” suara Soonyoung hampir bebrisik membuka pintu on-call room, memeriksa apakah benar sang kekasih ada disana

“Kunci aja pintunya, sayang” ujar Mingyu masih berbaring

“Kamu kenapa? Aku lagi makan siang dari kantor langaung ke sini gara-gara Jeonghan katalk aku.” Soonyoung langsung menghampiri Mingyu yang masih berbaring

“Pusing aja aku. Tadi aku minta cek Jeonghan kayaknya aku kecapean doang butuh istirahat.” Mingyu lalu mengambil tangan kekasihnya yang duduk di pinggiran kasur kecil di on-call room, “Aku butuh kamu.”

“Udah makan?”

“Udah.” Mingyu menjawab sembari menyeret dirinya mundur, memberi ruang di tempat tidur berukuran single itu, “Tiduran sini. Aku mau peluk.”

Soonyoung langaung tertawa sembari melihat jam tangannya, “Aku 20 menit lagi harus balik kantor loh, sayang. Jam maksi aku udah abis.”

“Call in sick, please? Bilang kamu ga enak badan. Temenin aku, sayang.” Mingyu berkata, tangan satunya menarik tangan Soonyoung dan tangan lainnya menepuk ke arah kasur

Dengan senyum Soonyoung langsung membuka jas hitam yang Ia pakai, melepas sepatunya juga dan berbaring menghadap sang kekasih yang masih mengenakan seragam dokter rumah sakit berwarna biru tua itu

Mingyu langsung mengecup cepat bibir Soonyoung, “Aku semaleman belum tidur harus case study operasi tadi pagi.”

“It went smoothly?”

“Iya dong. Pacar kamu kan ahli bedah paling top markotop!” Mingyu tertawa sambil menaruh lengannya mengelilingi torso Soonyoung, “Kangen kamu. Udah 2 hari ga ketemu kita.”

“Ya kamu surgery terus. Kesian aku sama kamu.” Soonyoung mengelus pipi Mingyu dengan punggung jemarinya, “Aku juga kangen.”

“Igu, sayang, kamu mau…” Soonyoung membasahi bibirnya kemudian menelan ludahnya. Sudah berbulan-bulan Ia bersama Mingyu namun masih terasa kikuk untuknyq untuk mengajak sang pasangan berhubungan intim

Mingyu menurunkan baringnya agar sejajar dengan bahu Soonyoung, lalu mendekat dan memendamkan wajahnya di lekukan leher sang kekasih, “Aku mau apa?” Tanyanya dengan suara kecil. Matanya mulai menutup, lelah.

Melihat keadaan itu, Soonyoung hanya tersenyum sambil mengelus punggung Mingyu, “Tidur aja, pak dokter.”

“Kamu udah call kantor?”

“Screw them. Kamu lebih penting. Udah tidur aja. Itu kantong mata udah gede banget aku liat-liat.” Ucap Soonyoung mengecup ujung kepala Mingyu yang lalu tersenyum sambil mengecup kecil leher kekasihnya.

Hari itu, Mingyu masih ingat bagaimana Ia terlelap dan ketika bangun Ia masih melihat Soonyoung tidur disampingnya. Ia melihat jam di dinding yang sudah menunjukan pukul setengah 5 sore.

4 jam lebih Ia terlelap, namun Soonyoung masih berada di sisinya. Tertidur juga dengan mulut yang terbuka kecil lucu. Dan saat itu Mingyu berpikir betapa beruntungnya Ia bisa jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri. Yang selalu mau saling mengerti satu sama lain.

“YA TERUS KAMU MAU AKU BUKTIINNYA GIMANA?” Mingyu terdengar berteriak keras, sedikit frustrasi

“Aku dateng ke RS tadi, Gu! Ga sengaja satu lift sama intern lain sama suster juga katanya kamu sama salah satu fellow tidur di on-call room!” Soonyoung sudah naik juga emosinya, mencoba untuk menjadi yang berkepala dingin

“DEMI TUHAN SOONYOUNG,” tegas Mingyu, “Aku gak pernah ngapa-ngapain sama siapapun!”

“Gu, ga akan ada asap kalo ga ada api.” Soonyoung berjalan mendekat, “Just be honest with me. Kamu ngapain dan sama siapa.”

Mingyu memijat keningnya, frustrasi, marah, kecewa, semua sudah bercanpur aduk menjadi satu.

“Kita udah gak ketemu hampir 2 minggu. Kamu sibuk, aku ngerti. Kamu punya kebutuhan, aku juga ngerti. Just be honest, for fuck’s sake!”

Mingyu berdecak, “Hah! Jadi kamu PENGEN banget aku tidur sama orang lain? Kamu mau banget aku beneran fucking someone else selain kamu?!”

“Be honest”

“I DONT FUCK ANYONE ELSE! ASTAGA SOONYOUNG. INI BENERAN BIKIN STRESS BANGET, ASLI.” Mingyu sudah di ambang batasnya.

Mingyu yang memang sedang sibuk-sibuknya itu sudah hampir 2 minggu tak pulang ke apartemennya ataupun apartemen Soonyoung. Sang Ahli Bedah bukan main rindunya pada kekasihnya. Namun, Ia memilih untuk tidur di rumah sakit karena ada pasien yang memang butuh perawatan intensif dan ini adalah kasus khusus yang besar. Yang mampu mengangkat namanya di dalam dunia kedokteran. Yang pada akhirnya juga, Ia ingin membuat Soonyoung semakin bangga padanya.

Alangkah leganya Ia saat Soonyoung dapat mengerti keadaannya saat Mingyu menjelaskan. Soonyoung bahkan sangat mendukung.

Hal ini benar-benar membuat hati Mingu tergugah. Ia sudah menemukan tambatan hatinya. Pikirnya. Dan bahkan telah berjanji dalam benaknya kalau saat kasus ini selesai, berhasil ataupun tidak, Ia akan segera melamar sang kekasih.

Dan lalu, hari ini tiba.

Mingyu telah berhasil melakukan tugasnya. Soonyoung amat sangat merindukan dan ingin langsung memberikan kejutan dan datang langsung ke rumah sakit.

“Gila sih, gua denger udah berapa kali gitu suster-suster pada gosip-in Dokter Mingyu sama fellow yang itu loh, tau kan? keluar masuk on-call room.”

“Lah? Dokter Mingyu bukannya lagi sibuk? Bukannya udah punya pacar juga?”

“Yahelah! Muka kayak Dokter Mingyu mah siapa yang ga tergoda! Gua juga mau kalo doi mau!”

3 dokter yang masih berpakaian intern itu pun terkekeh lalu keluar persis di lantai yang seharusnya Soonyoung turuni juga. Namun terlalu panas pikirannya setelah mendengar pembicaraan ketiga orang tadi. Ia lalu memutuskan untuk kembali turun ke bawah dan kembali ke apartemen Mingyu, menunggu kekasihnya disana.

Dan sekarang… Semua sudah terlalu kacau.

“Mingyu. Jujur!”

“AKU UDAH JUJUR. AKU UDAH JUJUR!” Mingyu sudah muak, “AKU GA TIDUR SAMA SIAPAPUN! AKU UDAH JUJUR! KALAU KAMU MASIH GA PERCAYA DAN GA BISA PERCAYA SAMA AKU, MALAH PERCAYA SAMA ORANG LAIN YANG GA KAMU KENAL, KITA SELESAI AJA UDAH.”

Dan betapa berharapnya Mingyu sekarang kalau andai saja dulu Ia tak mengeluarkan kata-kata itu.

Satu hal yang Soonyoung pinta. Untuk tidak langsung menyerah.

And Mingyu did gave up.

And still regrets it. Up to this day.

Sebuah penyesalan. Menyesal karena Ia mengatakan hal itu. Menyesal karena Ia tak mencoba lebih untuk sedikit bersabar. Menyesal karena Ia tidak mencoba lebih lagi untuk memperbaiki apa yang rusak.

Menyesal karena Ia akhirnya harus melihat orang yang paling Ia kasihi akan menjadi milik orang lain.

Esok.

D-DAY

“Gila, gua udah deg-deg-an lo ga dateng.” Jeonghan berbisik pada Mingyu yang baru saja datang sendiri, yang langsung duduk disebelah temannya itu yang datang dengan kekasihnya, Dokyeom

For Soonyoung. Tapi gua ga stay buat resepsi ya.” Mingyu berbisik.

Ia melihat gedung simple tapi elegan ini. Dengan dekorasinya yang bernuansa putih dan rose gold. Sangat simple tapi sangat berkelas.

Very Soonyoung.

Tak lama kemudian musik dimainkan dan Eisa juga Soonyoung memasuki ruangan, diiringi dengan riuhan sorai dan tepuk tangan dari para tamu undangan

Dan hal pertama yang Soonyoung lakukan adalah mencari wajah familiar di sekitar 100 tamu undangannya.

Mata keduanya bertemu. Mingyu menyimpulkan senyum kecilnya. Keduanya harus memutuskan tatapan karena officiant pernikahan sudah datang.

Mingyu melihat Soonyoung di depan sana, beridiri menyamping terlihat gagah dan tampan dengan setelan jas hitamnya dan sematan bunga berwarna putih di sakunya, tersenyum memandang pria dihadapannya. Yang akan Ia, jika semesta berkehendak, habiskan sisa hidup bersama.

“Pernikahan adalah sebuah sakramen yang sakral. Sebuah perjanjian hidup antara dua insan manusia, yang harus selalu dijaga, dipegang teguh. Janji yang tak boleh diingkari.” ucap officiant wedding

“Keluarga dan teman-teman Eisa dan Soonyoung sudah hadir pada saat ini, telah menjadi saksi akan janji suci yang akan di lakukan oleh pasangan kita hari ini.”

Pasangan di depan lalu menghadap ke seluruh tamu undangan. Mata Mingyu tetap melekat pada Soonyoung, yang kemudian menemukan matanya juga. Bertatap, mencoba untuk terlihat bahagia demi satu sama lain.

“Akankah seluruh undangan hadirin berjanji untuk selalu mencintai dan mendukung kedua mempelai dalam ikatan pernikahan mereka? Jika ya, tolong katakan ‘ya’.”

Seluruh tamu undangan termasuk Jeonghan dan Dokyeom dengan serempak mengatakan “ya.”

Nafas Mingyu mulai tak teratur, bola matanya terlihat berkaca dan bergerak tak beraturan. Soonyoung tak lagi memandangnya. Soonyoung hanya mencoba tersenyum di hari bahagianya, memandang orang yang akan Ia nikahi dihadapannya.

Officiant wedding kemudian memulai acaranya. Kaki Mingyu tak hentinya bergerak gelisah. Jeonghan disebelahnya mulai melihat perubahan laku temannya itu

“Gyu? You okay?” Tanya Jeonghan berbisik

“Gua… Han… Gua udah gila.” Mingyu berkata lalu berdiri, membuat seluruh isi ruangan mengalihkan perhatiannya pada si pria jangkung itu. Membawa perhatian sang officiant wedding yang tiba-tiba memberhentikan ucapannya karena gestur mengejutkan Mingyu tersebut.

Soonyoung dan Eisa didepan sana menengok mencari sumber perhatian dan mendapati Mingyu berdiri, terlihat bingung dan ragu, seperti ingin mengatakan sesuatu. Matanya Melihat Soonyoung dan hanya Soonyoung.

Banyak bisikan-bisikan dari para tamu undangan. Jeonghan berdecak kecil sembari menarik ujung jas hitam yang si pria tinggi itu pakai, mencoba membuat Mingyu duduk kembali.

Sedikit tak karuan dan gugup dengan apa yang ada di dalam kepalanya saat ini, Mingyu akhirnya duduk kembali. Masih tampak tak tenang. Wedding officiant kemudian tertawa sedikit, mencoba mencairkan susasana dan kemudian melanjutkan acaranya

“Gila lu ya?!” Jeonghan berbisik hampir mengumpat

Mingyu bahkan tak peduli. Matanya masih terus mengarah ke Soonyoung, gerak gerik tubuhnya benar-benar gelisah. Ia telah terlalu banyak menyesali perbuatannya.

Dan Ia tahu kalau Ia tak melakukan apa yang ada dipikirannya sekarang, Ia akan menyesal seumur hidupnya.

Dan cinta… Rasa sayang… Jika kau mencintai seseorang, kau harus mengatakannya bukan? tak peduli jika sebenarnya kau takut hal ini akan membawa kekacauan, atau bahkqn bsia menghancurkan apapun yang telah di bangun. Yang terpenting adalah kau harus mengatakannya, apa yang terjadi selanjutnya adalah urusan nanti, right?

Mingyu mengambil nafas panjang dan berdiri, dengan suara lantang Ia berkata;

“Soonyoung, aku sayang kamu.” Ujar Mingyu membuat semua mata menuju langsung pada sumber suara. Beberapa orang bahkan terkesiap.

Namun Mingyu tak peduli dengan sekitarnya sekarang. Di matanya dan di hati juga pikirannya saat ini adalah Soonyoung. Dan Ia tak ingin melepas pria yang Ia cintai itu. Tidak lagi. Ia tahu Ia akan membenci seluruh hidupnya jika Ia tak berjuang sekali lagi sampai titik darah penghabisannya

“Soonyoung, aku sayang kamu. Aku udah sayang kamu sejak 10 tahun lalu. I love you so much and there is nothing else I could say right now. Aku sayang banget sama kamu bahkan saat kamu benci aku, aku sayang dan cinta sama kamu.”

Soonyoung terus menatap sahabatnya itu. Seperti Ia sedang menatap dunianya yang selama ini hilang. Matanya berkaca, seperti refleksi mata Mingyu yang juga berkaca

I love you Kwon Soonyoung. Dan aku yakin kamu juga sayang dan cinta sama aku.” Mingyu mengakhiri bicaranya

Soonyoung memgambil nafasnya panjang, lalu menghembuskannya.

Semua mata yang tadinya tertuju pada Mingyu sekarang tertuju pada Soonyoung. Menunggu reaksi dan jawaban pria di altar itu.

Soonyoung mengatupkan bibirnya memandang sahabatnya itu. Ada rasa tak percaya, kesal dan bingung yang membuatnya ingin tertawa namun juga menangis.

Soonyoung memandang keselilingnya, melihat semua mata yabg tertuju padanya. Ia lalu melihat ke arah Eisa yang menggelengkan kepalanya, memandang penuh harap.

Soonyoung lalu memandang Mingyu yang masih berdiri, di tengah lorong jalan, menunggu jawabannya. Soonyoung lalu tersenyum pada Mingyu.

Satu hal yang keduanya tahu saat ini, dari semua kejadian gila ini adalah perasaan masing-masing.

— fin.

--

--

No responses yet